Kamis, 29 Desember 2011

MEREFLEKSIKAN MODERNISME TERHADAP BUDAYA MASYARAKAT LOMBOK


Kebudayaan merupakan hasil karya, karsa dan rasa suatu masyarakat, dalam hal ini ditinjau dari budaya Lombok atau dari suku Sasak memiliki keragaman budaya. Keragaman kebudayaan suku sasak tidak hanya dari segi musik, adat maupun pakaian. Akan tetapi suku sasak memiliki keragaman bahasa yang sangat khas, seperti pepatah sasak mengatakan “LAIN KERUPUK LAIN RASE – LAIN GUBUK LAIN BASE”, dalam pepatah tersebut mempunyai makna bahwa dari pulau Lombok yang kecil ini memiliki banyak penduduk dengan desa dan kecamatan yang relatif banyak. Oleh karena itu, dari banyaknya desa tersebut mempunyai bahasa yang berbeda atau beranekaragam. Sehingga dalam keadaan atau ruang dan waktu yang formal masyarakat Lombok kebanyakan harus menggunakan Bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia agar terjalinnya komunikasi yang baik antar Desa atau masyarakat tersebut.
            Terkait dengan beraneka ragam bahasa yang dimiliki suku sasak, dalam merefleksikannya dengan adanya modernisme pendatang di pulau Lombok. Masuknya budaya modern pada pulau Lombok dikarenakan pulau Lombok merupakan salah satu tempat wisata yang diincar oleh para wisatawan, baik dari dalam negeri ataupun luar negeri. Kedatangan para wisatawan memiliki aspek keuntungan dan kerugian yang dialami masyarakat Lombok. Berdasarkan hal tersebut keuntungan yang didapat yaitu masyarakat semakin semangat mempelajari bahasa internasional dan pemasukan uang negara semakin meningkat, serta kerugiannya yaitu inflasi yang meningkat, terancam punahnya kebudayaan, terutama dalam bidang spiritual masyarakat. Dalam filsafat, sesungguhnya bagaimana seharusnya pemikiran yang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya dalam menghadapi modernisme yang membawa keuntungan dan kerugian, atau bagaimana mensintetiskannya.
            Berpikir secara filsafat dari hal tersebut merupakan mitos-mitos yang menjadi penghalang berpikir secara logos. Oleh karena itu, masyarakat Lombok diharapkan bisa mensintesis terhadap tesis-tesis dan anti-tesis anti-tesis yang ada dalam kehidupan budaya kita pada zaman modern ini. Modernisme terhadap budaya masyarakat lombok sudah mulai meraja-lela, walaupun hal tersebut merupakan momok yang menakutkan akan tetapi hal tersebut merupakan sintetik a priori bagi masyarakat dalam menjalankan kehidupan budaya yang dimiliki masyarakat Lombok dengan kedatangan Modernisme. Hal ini merupakan adanya perubahan ruang dan waktu. Sebagai warga masyarakat Lombok, semoga masyarakat suku sasak (Lombok) tidak terjebak oleh sesuatu yang ada dan mungkin ada dalam ruang dan waktu atau terjebak dalam berfilsafat itu sendiri.
            Oleh karena itu, dengan berikhtiar dan meminta perlindungan Tuhan yang Maha Kuasa yang menjadi pertolongan bagi manusia untuk menjalankan kehidupan yang beranekaragam tantangan dan masalah.

 

Senin, 26 Desember 2011

KOMPETENSI SISWA PADA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL

 
A.  PENDAHULUAN
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan tujuan pemerintah untuk memajukan pendidikan pada negara kita. Terbangunnya Sekolah Bertaraf Internasional dimulai dengan adanya Sekolah Bertaraf Nasional kemudian dikembangkan menjadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dan tujuan akhirnya menjadi Sekolah Bertaraf Internasional.
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat (3) yang berbunyi, “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan, untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.” Hal itulah yang dilaksanakan para akademisi pada satuan pendidikan tingkat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas.
Visi jangka panjang tersebut, kemudian ditempuh melalui Visi Kemdiknas periode 2010 s.d 2014, yaitu; Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif, dan dijabarkan dengan kelima misi Kemdiknas yang biasa disebut “5 (lima) K”, yaitu: meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan; meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan; meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan; meningkatkan kesetaraan memperoleh layanan pendidikan; dan meningkatkan kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan.
Berdasarkan visi kemendiknas tersebut diatas, pendidikan di Indonesia harus bisa menjalankan visi dan misi dari kemendiknas periode 2010 s.d 2014 untuk meningkatkan pendidikan baik dari segi proses, layanan, standar isi, kompetensi guru, kompetensi siswa atau output siswa tersebut. Oleh karena itu, kompetensi siswa sangat diharapkan lebih meningkat agar tercapainya tujuan pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa. Kompetensi siswa tersebut akan lebih di bahas pada pembahasan pada makalah ini.
                       
B.  PEMBAHASAN
Acuan yang dibutuhkan untuk memantau perkembangan mutu pendidikan adalah suatu standar kompetensi. Standar menurut Philips (Summer, 1996) memiliki dua penafsiran yaitu: (1) Pernyataan tujuan yang menjelaskan apa yang harus diketahui peserta didik dan kemampuan melakukan dalam mata pelajaran, dan (2) Spesifikasi skor atau peringkat kinerja yang berkaitan dengan kategori pencapaian.
Perkembangan mutu pendidikan dilihat dari hasil pengukuran kinerja lembaga pendidikan, mencakup tiga unsur utama, yaitu guru, siswa dan kepala sekolah. Ada tiga komponen yang dibutuhkan untuk mendefinisikan pengukuran kinerja ( Solano dan Shavelson Fall, 1997), yaitu tugas yang berkaitan dengan problem kontekstual, format respon peserta didik dan system penskoran. Tugas yang konstektual ini mengacu pada standar kompetensi, yaitu kemampuan yang harus dimiliki.
Standar kompetensi harus berdasarkan pada struktur keilmuan dan perkembangan peserta didik (siswa). Struktur keilmuan dalam bidang studi tertentu perlu dijabarkan secara rinci. Perkembangan peserta didik mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor perlu diketahui, namun sebagai tahap rintisan awal, standar yang dibutuhkan adalah pada ranah kognitif. Setiap standar kompetensi diuraikan menjadi sejumlah kemampuan dasar. Kemampuan dasar ini merupakan acuan dalam menentukan indikator-indikator kualitas pendidikan.
Berbagai pengertian dari Sekolah bertaraf internasional (SBI) memiliki tujuan yang sama yaitu adanya Sustainabel dan Akuntabel pada pembelajaran di sekolah baik dalam hal para akademisi, guru, kepala sekolah, sarana-prasarana, lingkungan dan siswa itu sendiri. Untuk tercapainya suatu pendidikan sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang akan dikembangkan Sekolah Bertaraf Internasional, maka perlu kita bahas tentang Sekolah Bertara Internasional itu sendiri.
Leach membedakan sekolah internasional adalah sekolah yang siswanya berasal dari berbagai negara biasanya dibiayai oleh pemerintah. Sedangkan sekolah berwawasan internasional merupakan sekolah swasta dan beberapa sekolah negeri yang memproklamirkan diri sebagai sekolah berwawasan internasional dan berorientasi internasional dan biasanya terdiri dari siswa siswa dari satu negara.
Dijelaskan juga sekolah berwawasan internasional adalah sekolah yang memberikan pendidikan internasional. Dikatakan bahwa pendidikan internasional bisa dialami oleh siswa siswa yang belajar di sebuah sekolah yang sama sekali tidak berlabel sekolah inetrnasional (Hayden and Thompson 1995). Pasternak (1998) menjelaskan yang dimaksud pendidikan inetrnasional adalah pendidikan yang mengaplikasikan sistem terbuka di era global yang mendorong interaksi dengan masyarakat lokal tetapi ilmu pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diajarkan berwawasan internasional.
Dilihat dari sisi  inovatif, sekolah bartaraf internasional adalah satuan pendidikan yang berjuang keras agar selalu menggagas ide-ide baru yang berkeunggulan. Keunggulan siswa tidak hanya dilihat dari sisi kekuatan pengetahuan dalam menghasilkan rumusan jawaban soal, kecepatan menyelesaikan soal sehingga keunggulan siswa hanya diukur dengan rapot dengan nilai yang tinggi. Sekolah bertaraf internasional mengukur siswa dengan hasil pekerjaannya dalam bentuk (1) paper and pecil test, (2) project – kegiatan (3) product – karya, (4) performance –unjuk kerja atau kinerja (5) portofolio. Belajar adalah berkarya dengan mengerahkan kemampuan logika, intuisi, dan imajinasi.
Belajar dalam hal ini, ditinjau dari proses pembelajaran pada hasil siswa bertaraf internasional yaitu bagaimana mengembangkan kompetensi siswa pada kelas bertaraf internasional yang berbeda dengan sekolah-sekolah yang tidak bertaraf internasional. Itulah nilai plus bagi siswa yang dikelas sekolah bertaraf internasional.
Kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Standart kompetensi yang harus dimiliki siswa meliputi kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Untuk mengukur kompetensi siswa, dilakukan ulangan harian dan ulangan semester dan akhir semester. Menurut Undang-undang system pendidik nasional, dijelaskan yang dimaksud ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik (siswa).
Karakteristik peserta didik adalah mereka yang khusus untuk individu, termasuk gaya belajar dan strategi, sikap, motivasi dan kepribadian. Percaya diri anak-anak dengan kepribadian ekstrovert akan mencoba interaksi verbal dalam bahasa lain lebih cepat daripada rekan-rekan takut-takut mereka, mempercepat penyesuaian sosial di lingkungan baru. Karakteristik peserta didik juga mempengaruhi cara anak menanggapi gaya instruksional dan pengaturan, yaitu gaya instruksional guru dan sifat formal/informal dari kelas atau kegiatan.
Terkait dengan tujuan SBI tersebut, dalam pasal 50 ayat (3) UU.No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengamanatkan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Lebih lanjut dikemukakan pula dalam PP.No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 61 ayat (1) yang menyebutkan bahwa pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.

C.  PENUTUP
Berkembangnya system pendidikan di sekolah merupakan hal yang penting dalam mengembangkan tingkat pendidikan anak, baik dari segi kompetensi siswa, kompetensi guru, dan kualitas sarana prasarana pada pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pemerintah memberi kebijakan melalui UU tentang pendidikan, peraturan pemerintah maupun peraturan Kemendiknas yang mengharapkan adanya Sekolah Bertaraf Internasional untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Berdasarkan hal tersebut, guru dan akademisi memiliki andil yang besar dalam memberikan fasilitas maupun kesempatan siswa untuk mengembangkan kompetensinya. Kompetensi awal siswa mempunyai peran aktif dalam meningkatkan kualitas output siswa, terutama pada siswa yang berkemampuan tinggi dan didukung dengan sarana prasarana sekolah yang mendukung seperti adanya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Akan tetapi, tidak hanya kompetensi siswa yang tinggi yang akan dikembangkan dan tingkatkan tetapi kompetensi yang rendahpun akan menjadi berkembang dengan dukungan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Hal demikian yang diharapkan para pemerhati dan pemberi kebijakan pendidikan seperti: guru, lingkungan dan pemerintah.








Referensi

Selasa, 20 Desember 2011

Tentang Tes Filsafat 2

Filsafat itu sendiri adalah diriku sendiri. Oleh karena itu, bagaimana kita bisa berpikir dan mempelajari tentang filsafat itu sendiri. Sesungguhnya belajar filsafat itu dengan membaca kemudian memahami, mengerti, menghayati, memikirkan, melakukan, mensintesisikan pemikiran dan menghidupkan dalam diri kita dan kehidupan. Tes jawab singkat merupakan merefleksikan diri kita terhadap pikiran dan hasil belajar filsafat yang ditinjau dari bacaan, pemahaman, pemikiran, penghayatan, dan perlakuan dalam berfilsafat.

Tentang Tes Filsafat 1

Belajar filsafat tidak lain dan tidak bukan adalah olah pikir tentang hal yang ada dan mungkin ada. Untuk memahami, mempelajari, dan menjalankan filsafat yaitu dengan cara membaca obyek-obyek filsafat yang relevan dengan filsafat itu sendiri. Berfilsafat tidak hanya menghafal pemikiran para filsuf ataupun bahasa filsafat akan tetapi dimengerti, dihayati, diperbincangkan dan dihidupkan dengan merefleksikan filsafat pada kehidupan sehari-hari dengan pikiran dan diri kita sendiri atas pertolongan Tuhan yang Maha Esa.

Dialog Filsafat ke dua

"Selalu ada yang bisa kita pelajari dari orang lain" kalimat inilah suatu bukti bahwa tidak hanya kita belajar dengan diri sendiri, akan tetapi dengan orang lain juga kita bisa mendapatkan banyak pelajaran. Sebagai contoh, belajar filsafat dengan mempelajari dan memahami pemikiran para filsuf, belajar filsafat dengan membaca elegi Pak Marsigit, belajar fisafat dengan membaca koment-koment teman-teman dan dapat mensintesiskan dengan pikiran sendiri, belajar filsafat dengan mempelajari sumber-sumber lain yang relevan dan banyak sekali hal yang bisa dipelajari dikehidupan ini dalam berpikir filsafat.
Belajar tidak terikat ruang dan waktu, sesungguhnya belajar bisa dimanapun dan kapanpun serta diharapkan manusia dapat belajar sepanjang hayatnya. Belajar dapat memahami dan memikirkan pelajaran itu sendiri apabila sudah ada rasa ikhlas untuk mengikuti, memahami dan memikirkan pelajaran itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan kunci sukses belajar adalah ikhlas dan dengan Hidayah Allah sang Maha Mengetahui.

Dialog Filsafat

"Belajar sepanjang hayat" inilah tolak ukur bahwa belajar filsafat tidak hanya mengikuti ruang dan waktu yang sudah ditentukan dalam hal belajar formal. oleh karena itu dalam belajar filsafat pun tiada batasannya untuk mempelajarinya (konteks Agama). Akan tetapi dengan suatu awal atau dasar berfilsafat maka diharapkan belajar filsafat mempunyai banyak makna dalam kehidupan, tidak hanya belajar filsafat dikelas dan membaca elegi kemudian selesailah tugas belajar filsafat. Tetapi mempelajari filsafat adalah bagaimana agar bisa berpikir untuk merefleksikan ilmu filsafat yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari agar bisa memandang kehidupan yang bersifat ada dan mungkin ada terhadap ruanng dan waktu tertentu dengan bijak dan mengetahui kebenaran dan kesalahan menurut Agama atau perintah dan larangan Tuhan. Semoga dengan berfilsafat akan dapat menemukan siapa diri manusia itu sendiri karena filsafat itu sendiri merupakan diri dan pikiran manusia.

Elegi Menangkap Anomali

Kehidupan ini penuh dengan pilihan yang kontradiksi. Suatu pilihan bisa mengakibatkan manusia mengalami dilema. Apa yang menjadi pilihan harus dilihat resiko yang akan diterimanya. Oleh karena itu, manusia memiliki akal pikiran dan Pertolongan Tuhan menjadi acuan untuk memilih, dengan mendekatkan diri kepada sang pencipta maka Tuhan akan memberikan hidayahNYA agar bisa mengambil keputusan.
Dalam kehidupan ini, untuk mengambil keputusan atau melakukan suatu pilihan, selalu yang menjadi tolak ukur adalah hal yang menguntungkan dan bersifat negatif (semoga kita tidak termasuk). Sesungguhnya dengan berpikir luas dan kembali kejalanNYA maka terungkaplah dan bisa melawan hal yang bersifat anomali, munafik, ambivalen, kontradiksi, dilema, antinomi, komplikasi, dan paralogis.

Minggu, 18 Desember 2011

Elegi Memahami Elegi

Belajar membutuhkan ketekunan, keberanian dan keikhlasan. Sama halnya dengan belajar filsafat yang butuh ketekunan mempelajarai pemikiran-pemikiran para filsuf. Keberanian dalam berpikir secara luas yaitu intensif dan ekstensif serta keikhlasan mengikuti dan memahami perbedaan para pemikiran filsuf yang memiliki alasan tersendiri. Oleh karena itu, sebagai pelajar filsafat bisa mempelajari dari segi kebenaran dari belajar filsafat itu sendiri dengan cara membaca, memahami dan memikirkan kebenarannya melalui elegi dan sumber lainnya yang relevan.

Elegi Memahami Jejaring Sistemik

Berfilsafat merupakan berpikir dengan logika. Akan tetapi, pemikiran manusia akan sesuai dengan jalanNYA, apabila ada keseimbangan berfilsafat antara logika dan spiritual. Keseimbangan tersebut mencapai Rahmat, Hidayah, Ikhtiar dan Takdir. Logika dan spiritual memiliki hubungan yaitu Sumber Daya Manusia yang dapat bermanfaat tidak hanya pada dirinya sendiri akan tetapi terhadap orang lain juga. Ilmu yang bermanfaat itulah salah satu contoh dari belajar filsafat menyeimbangkan logika dan spiritual.

Elegi Meratapi Sang Ilmuwan Plagiat dan Guru Pemalsu PAK

Ada, mengada dan pengada mempunyai keterkaitan antara tesis, anti-tesis dan sintetisnya. Dimana ADA merupakan tesis dan MENGADA merupakan anti-tesisnya, dan Sintetisnya adalah PENGADA. Dalam hal ini para ilmuan plagiat dan guru pemalsu PAK merupakan dirinya yang ADA dan berubah menjadi meniADAkan dirinya yang ADA, dengan MENGADA sehingga mereka disebut PENGADA.
Oleh karena itu, bahwa sebenar-benar keberADAannya adalah saksi bagi MENGADAnya, maka segala yang ADA dan mungkin ADA juga menjadi saksi bagi keberADAannya dan MENGADAnya.

Elegi Pemberontakan Para Formal

Pikiran manusia adalah kemampuan manusia itu sendiri. Tidaklah mampu sesorang menggapai pikiran orang lain, karena sesungguhnya pikiranku adalah bukan pikiranmu. Keterbatasan kemampuan manusia itulah sebab utama manusia tidak dapat memikirkan hal yang tidak ada dalam pikirannya. Kemampuan yang dimilki manusia adalah cara menggapai pengetahuan, tidak hanyalah kemampuan yang dibutuhkan akan tetapi hati dan manusia tidak akan luput dari pertolongan Tuhan dalam mencapai kemampuannya. Hanyalah Rahmat dan Hidayah Tuhan yang dapat mengembangkan kemampuan manusia itu sendiri.

Elegi Pemberontakan Para Normatif

Elegi tersebut memberikan gambaran yang nyata pada pendidikan di Negara kita yang lebih mengutamakan hasil kelulusan pada Ujian Nasional, tanpa ada berbalik pandang pada pembelajaran disekolah. Oleh karena itu, siswa menjadi korban yang lebih dituntut oleh pemerintah terhadap kelulusan UN, padahal sesungguhnya siswa merupakan generasi muda atau benih-benih yang akan menjadi penerus kemajuan pendidikan di Negara kita. Tidak seimbangnya pemberlakuan Ujian Nasional dengan proses pembelajaran disekolah yang lebih mengharapkan student centre, mengakibatkan pro-kontra dalam pendidikan itu sendiri.

Elegi Ketika Sekali Lagi Pikiranku Tak Berdaya

Fatamorgana dalam kehidupan merupakan ketidak berdayaan pikiran dalam memahami definisi tersebut. Keterbatasan dan kekurangan dalam berpikir manusia tentang fatamorgana dapat bersemayam didalam pikiran dan diluar pikiran manusia, serta keterbatasan dalam memikirkan fatamorgana merupakan bukti bahwa manusia tidak lebih hanya makhluk Tuhan yang pada akhirnya akan kembali pada Allah swt. Oleh karena itu, pemilik pengetahuan yang tak terbatas hanyalah milik Allah SWT dan kepadaNYA lah kita minta pertolongan akan keterbatasan pemikiran manusia.

Elegi Pertengkaran Para Orang Tua Berambut Putih

Sesungguhnya ilmu pengetahuan memiliki keterkaitan dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dalam ruang dan waktu tertentu. Dalam perkelahian orang tua berambut putih memberikan gambaran ilmu dimulai dari permulaan dan bersifat kontradiktif dalam ruang dan waktu. Manusia bisa berpikir dan memiliki ilmu pengetahuan dimana ilmu yang satu merupakan tesis dan anti-tesis adalah dari ilmu yang lain, sedangkan sintesisnya adalah bagaimana manusia berpikir tentang tesis dan anti-tesis tersebut sehingga menghasilakan tesis-tesis yang baru yang berupa ilmu pengetahuan baru. Terbentuknya tesis-tesis baru dari berpikir tersebut merupakan metode berpikir sintetik dalam berpikir.

Elegi Konferensi Kebenaran

Kebenaran meliputi semua hal yang ada dan mungkin ada, sebenar-benar kebenaran itu sesuai dengan ruang dan waktu. Dimana kebenaran mitos menghalangi kebenaran logos, kebenaran hati tergantung dari kebersihan hati, kebenaran korespondensi diketahui dengan penglihatan, pendengaran dan panca inderanya, kebenaran koherensi ada pada akal pikiran dan logika, kebenaran manfaat adalah manfaat yang ada dan mungkin ada, kebenaran persepsi adalah tentang persepsi yang ada dan mungkin ada, serta kebenaran kuasa merupakan kuasa-kuasa yang dibawah kekuasaanNYA, sesungguhnya kebenaran bersifat relatif tergantung dari ruang dan waktu, Sehingga kebenaran Absolut hanya milik Allah yang maha Benar.

Elegi Menggapai Tetap

Tetap merupakan tesis dengan anti-tesisnya berupa berubah, oleh karena itu sintesisnya adalah logos. Tetap dan berubah memiliki keterkaitan yaitu jika tidak tetap maka berubah dan jika tidak berubah maka tetap dan sebaliknya. Sesungguhnya didalam tetap dan berubah tersebut terdapat mitos, sehingga jika tidak dapat mensintesiskan tetap dan berubah dengan logos yang dalam pikiran manusia maka manusia dapat terjerumus oleh mitos itu sendiri. Pemilik sifat tetap secara absolut adalah dzat yang maha Agung beserta ketetapanNYA yaitu Tuhan yang Maha Esa.

Elegi Menggapai Reduksi

Manusia memiliki keterbatasan dalam berpikir, oleh karena itu keterbatasan pola pikir manusia itu penyebab adanya reduksi. Dimana reduksi merupakan metode berpikir manusia ditinjau dari keterbatasannya. Sesungguhnya penggunaan reduksi tidaklah mudah melakukan bagian sifat-sifat yang dihilangkan. Reduksi bukanlah hal yang tidak lengkap, akan tetapi reduksi merupakan penyederhanaan dari lengkap menjadi sederhana.